Teman? menurutku iyalah teman yang ada disaat susah dan senang, disaat tangis dia ada dan di saat tawa dia ikut juga merasakan bahagianya :D bagiku sahabat itu tak ternilai harganya . Sahabat itu Abadi takkan Hilang, dan Takkan Lupa :D Sahabat tersimpan didalam hati yang selalu dijaga dengan kasih sayang. Sahabat adalah orang yang pertama menanyakan kamu jika kamu menangis, dia adalah orang pertama yang tak mau melihatmu menangis, orang yang takkan pernah meninggalkan kamu..
Sahabat adalah harta terindah yang kita miliki tak bisa diganti oleh apapun, canda tawanya sangat berarti bagi kita , dan aku sayang kalian ( ^ 3 ^ ) , menangis bersama, tertawa bersama itulah yang membuat kita Istimewa :D
DANN.....
Sebenarnya mencari teman atau mendapatkan teman itu gampang. Kalau
cuma sekedar teman saja, di mana saja, kapan saja, kita bisa
mendapatkannya. Tapi, lebih susah lagi untuk menjadi seorang teman.
Setiap kali aku menyebut nama seseorang yang kemudian aku embel-embeli
kata "teman", aku pasti menyempatkan untuk berpikir. Pasti terlintas di
kepalaku, apa benar orang yang aku sebut itu seorang teman buatku?
Mungkin kedengarannya itungan, ya. Tapi buatku, teman itu bukan orang
sembarangan. Aku sendiri juga menyempatkan untuk mengaca sebentar setiap
kali menambahkan kata-kata,"Aku temannya si A". Apakah benar aku adalah
teman orang tersebut? Atau cuma sekedar kenalan?
Dalam bahasa Indonesia, istilah teman masih bersaudara dengan kawan
dan yang setingkat lebih tinggi keakrabannya, sahabat. Hari Jumat
kemarin, aku menonton sebuah serial di tv berjudul HOUSE. Diceritakan 2
orang dokter yang berselisih karena dua-duanya membuat artikel dari
sumber yang sama. Dua-duanya tidak ada yang menjiplak atau mencontoh,
karena mereka masing-masing melihat dari arah yang berbeda. Tapi
persilisihan mereka yang kemudian saling tuding, membuat mereka jadi
ribut. Keduanya bertemu dan yang satunya mengusulkan untuk saling
meminta maaf. Dokter B, memberikan jawaban yang mengena di
benakku,"Listen, I don't have to apologize to you or you to me. Because
in several years from now, we might meet in a conference and give hug to
each other. We might come to the same X'mas party and chat. But we'll
never be friends. Cause you're my colleague".
Friend, colleague, mate, acquaintance, cuma beberapa cabang dari istilah teman dalam bahasa Inggris. Tapi pernahkah mendalami artinya satu-persatu? Buatku, teman itu tadinya harus aku kenal secara fisik dan juga mental. Kenyataan yang berbeda sekali dimana teman mayaku lebih banyak dan dekat dibanding yang kukenal fisik. Pertemanan kita itu berkembang setahap demi setahap yang dari pengalamanku sendiri, kumulai sejak TK. Bahkan saat aku masih di TK pun aku sudah punya teman baik. Saat kita memutuskan seseorang menjadi teman kita, satu hal yang kita mulai terlebih dahulu: rasa suka. Sebab kita tidak mungkin berteman dengan seseorang yang kita tidak sukai atau kita nikmati pertemanannya. Dan kalau kita berpura-pura untuk menyukai seseorang hanya supaya kita ikutan tenar mislanya, atau lebih beruntung. Tidak lama lagi pertemanan itu akan pupus juga.
Menjadi seorang teman itu sulit karena kita harus bisa jujur pada diri kita lebih dahulu. Karena setiap kali kita hendak memuji, memberikan penilaian, masukan atau apa saja untuk teman kita itu, kita harus memberikannya dari hati. Menjadi teman berarti mengecilkan perasaan iri. Bisa dipastikan dalam sebuah pertemanan ada rasa iri. Tapi kalau kita tidak bisa mengendalikannya, iri itu akan merusak pertemanan kita. Bahkan iri yang sederhana bentuknya, seperti iri pada jumlah uang jajan teman, atau si A lebih bagus rumahnya dsb. Setiap kali kita merasa iri, coba pikir, kemungkinan teman kita itu pun pernah merasa iri pada diri kita. Pengalaman itu pernah terjadi padaku, sewaktu sahabatku terang-terangan bilang dia iri karena suatu hal yang aku bisa. Kami saat itu sedang asyik mengobrol di telpon. Ketika aku tahu itu, aku cuma bisa ketawa dan kubeberkan iri yang pernah aku rasa tentang dia. Sesudah obrolan kami itu, mungkin kami sadar kami cuma manusia biasa yang punya lebih dan kurangnya masing-masing. Dan dengan bersahabat, lebih dan kurangnya kami itu saling memberi dan menutupi.
Seorang teman itu mesti bisa adil. Adil, misalnya saat diberikan masukan pedas dari teman-teman dekatnya, dia mau mendengarnya. Sekalipun dia tidak akan mengiyakan masukan-masukan itu, bukankah 2 kepala lebih baik dari pada 1 saat saling rembugan? Juga sebaliknya teman yang bersangkutan, mau menerima masukan dan saran balik baik itu diminta atau tidak. Pertemanan yang baik berarti keseimbangan. Ada yang diberikan, ada yang didapatkan. Kalau seseorangg merasa dia lebih banyak memberi tapi tidak mendapatkan apa2 sama sekali dari pihak satunya, lama-lama pertemanan itu bubar. Mungkin itu alasan kenapa ada beberapa orang yang bisa berteman atau bersahabat sampai bertahun-yahun. Tapi, aku merasa kalau seseorang yang tadinya bisa kuanggap sebagai teman kemudian berubah, nggak bagus kalau tetap dipertahankan menjadi teman. Yang akhirnya cuma menimbulkan sakit hati.
Beberapa dari kita pasti pernah merasa sakit hati karena ulah atau sikap teman-teman kita. Nah, menjadi teman itu juga berarti mudah untuk meminta maaf dan memaafkan. Memang ada kalanya hal yang dilakukan teman kita itu menyakitkan sekali sampai-sampai serasa dendam kesumat membara. Tapi daripada menyimpan rasa sakit hati yang panjang, bukankah lebih enak dan damai kalau kita bisa memaafkan dan mungkin melupakan. Mungkin soal memaafkan itu lebih sulit daripada meminta maaf, tapi itu lebih mulia. Teman buatku juga seorang yang bisa menerima aku apa adanya. Dia tidak akan berusaha merubah gayaku supaya sama dengan dia, pandangan, pendapat atau sikapku akan suatu hal. Aku dan sahabatku berbeda dalam banyak hal. Tapi kami tidak pernah memaksa satu atau lainnya mengikuti atau mengiyakan. Sekalipun kami berteman baik, kami adalah pribadi yang unik yang punya kepribadian sendiri-sendiri.
Beberapa waktu aku dihadapkan pada pilihan sebuah istilah "teman" atau "kenalan". Aku teringat kata-kata dokter yang memeriksaku selama hamil dulu. Sewaktu putri keduaku masuk RS begitu dia lahir, cuma satu orang yang berkunjung dari sekian orang yang kukenal dan kusebut sebagai teman. Dan cuma satu orang itu saja yang rajin menelponku dan mengirim doa. Ketika aku bertemu dokterku, dia prihatin sekali dengan ceritaku. Dia bilang begini,"Dian, I don't think you can call your friends "friends" anymore. Because to me, friends mean you care. And when you're down like this, you're sick and your baby too and nobody even helps to take care of your oldest child, that's just mean." Sejak itu, tiba-tiba saja orang-orang yang tadinya aku sebut teman, jadi sekedar kenalan yang memang cuma aku temui sekali-sekali saat ada acara-acara gembira.
Friend, colleague, mate, acquaintance, cuma beberapa cabang dari istilah teman dalam bahasa Inggris. Tapi pernahkah mendalami artinya satu-persatu? Buatku, teman itu tadinya harus aku kenal secara fisik dan juga mental. Kenyataan yang berbeda sekali dimana teman mayaku lebih banyak dan dekat dibanding yang kukenal fisik. Pertemanan kita itu berkembang setahap demi setahap yang dari pengalamanku sendiri, kumulai sejak TK. Bahkan saat aku masih di TK pun aku sudah punya teman baik. Saat kita memutuskan seseorang menjadi teman kita, satu hal yang kita mulai terlebih dahulu: rasa suka. Sebab kita tidak mungkin berteman dengan seseorang yang kita tidak sukai atau kita nikmati pertemanannya. Dan kalau kita berpura-pura untuk menyukai seseorang hanya supaya kita ikutan tenar mislanya, atau lebih beruntung. Tidak lama lagi pertemanan itu akan pupus juga.
Menjadi seorang teman itu sulit karena kita harus bisa jujur pada diri kita lebih dahulu. Karena setiap kali kita hendak memuji, memberikan penilaian, masukan atau apa saja untuk teman kita itu, kita harus memberikannya dari hati. Menjadi teman berarti mengecilkan perasaan iri. Bisa dipastikan dalam sebuah pertemanan ada rasa iri. Tapi kalau kita tidak bisa mengendalikannya, iri itu akan merusak pertemanan kita. Bahkan iri yang sederhana bentuknya, seperti iri pada jumlah uang jajan teman, atau si A lebih bagus rumahnya dsb. Setiap kali kita merasa iri, coba pikir, kemungkinan teman kita itu pun pernah merasa iri pada diri kita. Pengalaman itu pernah terjadi padaku, sewaktu sahabatku terang-terangan bilang dia iri karena suatu hal yang aku bisa. Kami saat itu sedang asyik mengobrol di telpon. Ketika aku tahu itu, aku cuma bisa ketawa dan kubeberkan iri yang pernah aku rasa tentang dia. Sesudah obrolan kami itu, mungkin kami sadar kami cuma manusia biasa yang punya lebih dan kurangnya masing-masing. Dan dengan bersahabat, lebih dan kurangnya kami itu saling memberi dan menutupi.
Seorang teman itu mesti bisa adil. Adil, misalnya saat diberikan masukan pedas dari teman-teman dekatnya, dia mau mendengarnya. Sekalipun dia tidak akan mengiyakan masukan-masukan itu, bukankah 2 kepala lebih baik dari pada 1 saat saling rembugan? Juga sebaliknya teman yang bersangkutan, mau menerima masukan dan saran balik baik itu diminta atau tidak. Pertemanan yang baik berarti keseimbangan. Ada yang diberikan, ada yang didapatkan. Kalau seseorangg merasa dia lebih banyak memberi tapi tidak mendapatkan apa2 sama sekali dari pihak satunya, lama-lama pertemanan itu bubar. Mungkin itu alasan kenapa ada beberapa orang yang bisa berteman atau bersahabat sampai bertahun-yahun. Tapi, aku merasa kalau seseorang yang tadinya bisa kuanggap sebagai teman kemudian berubah, nggak bagus kalau tetap dipertahankan menjadi teman. Yang akhirnya cuma menimbulkan sakit hati.
Beberapa dari kita pasti pernah merasa sakit hati karena ulah atau sikap teman-teman kita. Nah, menjadi teman itu juga berarti mudah untuk meminta maaf dan memaafkan. Memang ada kalanya hal yang dilakukan teman kita itu menyakitkan sekali sampai-sampai serasa dendam kesumat membara. Tapi daripada menyimpan rasa sakit hati yang panjang, bukankah lebih enak dan damai kalau kita bisa memaafkan dan mungkin melupakan. Mungkin soal memaafkan itu lebih sulit daripada meminta maaf, tapi itu lebih mulia. Teman buatku juga seorang yang bisa menerima aku apa adanya. Dia tidak akan berusaha merubah gayaku supaya sama dengan dia, pandangan, pendapat atau sikapku akan suatu hal. Aku dan sahabatku berbeda dalam banyak hal. Tapi kami tidak pernah memaksa satu atau lainnya mengikuti atau mengiyakan. Sekalipun kami berteman baik, kami adalah pribadi yang unik yang punya kepribadian sendiri-sendiri.
Beberapa waktu aku dihadapkan pada pilihan sebuah istilah "teman" atau "kenalan". Aku teringat kata-kata dokter yang memeriksaku selama hamil dulu. Sewaktu putri keduaku masuk RS begitu dia lahir, cuma satu orang yang berkunjung dari sekian orang yang kukenal dan kusebut sebagai teman. Dan cuma satu orang itu saja yang rajin menelponku dan mengirim doa. Ketika aku bertemu dokterku, dia prihatin sekali dengan ceritaku. Dia bilang begini,"Dian, I don't think you can call your friends "friends" anymore. Because to me, friends mean you care. And when you're down like this, you're sick and your baby too and nobody even helps to take care of your oldest child, that's just mean." Sejak itu, tiba-tiba saja orang-orang yang tadinya aku sebut teman, jadi sekedar kenalan yang memang cuma aku temui sekali-sekali saat ada acara-acara gembira.
0 komentar:
Posting Komentar
Do not be a silent reader, but become good readers who want to give advice :D okayy guys? #ThanksBefore